Minggu, 20 Mei 2012

MENINGKATKAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK MELALUI KUALITAS PELAYANAN DALAM SISTEM SELF ASSESSMENT


MENINGKATKAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK MELALUI
KUALITAS PELAYANAN DALAM SISTEM SELF ASSESSMENT


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sumber-sumber penerimaan negara dapat dikelompokkan menjadi penerimaan yang berasal dari sektor Pajak, kekayaan alam, bea & cukai, retribusi, iuran, sumbangan, laba dari Badan Usaha Milik Negara dan sumber-sumber lainnya. Pemungutan pajak telah dilakukan sejak saat Negara Indonesia belum meraih kemerdekaannya hingga saat sekarang ini, namun pada saat itu, istilah pajak belum digunakan, istilah yang digunakan pada saat itu di antaranya adalah Upeti. Pajak merupakan salah satu penghasil devisa terbesar bagi keuangan negara yang sangat berperan terutama dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional, hasil dari pajak ini akan dikelola dan kemudian akan digunakan kembali oleh Pemerintah untuk rakyat.
Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, pemerintah membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana tersebut dikumpulkan dari segenap potensi sumber daya yang dimiliki suatu negara, baik berupa hasil kekayaan alam maupun iuran dari masyarakat. Salah satu bentuk iuran masyarakat adalah pajak. Sebagai salah satu unsur penerimaan negara, pajak memiliki peran yang sangat besar dan semakin diandalkan untuk kepentingan pembangunan dan pengeluaran pemerintahan.
Kontribusi penerimaan pajak terhadap penerimaan negara diharapkan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Salah satu penyebab peningkatan penerimaan pajak adalah karena sejak tahun fiskal 1984 pemerintah memberlakukan reformasi perpajakan dengan menerapkan sistem self assessment dalam pemungutan pajak. Berbeda dengan sistem pemungutan pajak sebelumnya, yaitu official assessment system. Sistem self assessment memberikan kepercayaan penuh kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan seluruh pajak yang menjadi kewajibannya. Dengan kata lain, wajib pajak menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
Salah satu upaya dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak adalah memberikan pelayanan yang baik kepada wajib pajak. Peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan diharapkan dapat meningkatkan kepuasan kepada wajib pajak sebagai pelanggan sehingga meningkatkan kepatuhan dalam bidang perpajakan. Paradigma baru yang menempatkan aparat pemerintah sebagai abdi negara dan masyarakat (wajib pajak) harus diutamakan agar dapat meningkatkan kinerja pelayanan publik.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah “Keterkaitan Kualitas Pelayanan Dalam Sistem Self Assessment dengan Upaya Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak dalam Membayar Pajak”.

C.    Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bahwa kualitas pelayanan dalam sistem self assessment berpengaruh dengan upaya menigkatkan kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi tiga, yaitu official assesment system, self assessment system, dan withholding system. Official assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada  pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. Self assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Withholding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
Sistem Self Assessment adalah suatu sistem yang memberikan kepercayaan dan tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan dan membayar sendiri jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Selain itu Wajib pajak diwajibkan pula melaporkan secara teratur jumlah pajak yang terutang dan telah dibayar sebagaimana ditentukan dalam peraturan perpajakan. Pembayaran pajak selama tahun berjalan pada dasarnya merupakan angsuran pajak untuk meringankan beban wajib pajak pada akhir tahun pajak. Hakikat Self Assessment System adalah penetapan sendiri besarnya pajak yang terutang oleh Wajib pajak. Pada sistem ini, masyarakat Wajib pajak diberikan kepercayaan dan tanggung jawab yang lebih besar untunk melaksanakan kewajibannya, yaitu menghitung, memperhitungkan, membayar serta melaporkan.
Sedangkan wajib pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan, wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemungut pajak dan  pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Sebagaimana telah diketahui banyak wajib pajak terdaftar yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya. Oleh karena itu ada beberapa istilah seperti Wajib pajak Efektif dan wajib pajak Non Efektif. Adapun pengertian wajib pajak Efektif adalah wajib pajak yang memenuhi kewajiban perpajakannya, berupa memenuhi kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa dan atau Tahunan sebagaimana mestinya. Sedangkan wajib pajak Non Efektif adalah Wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya. Berdasarkan Surat Edaran SE-01/PJ.9/20 tentang Pengawasan Penyampaian SPT Tahunan disebutkan bahwa Jumlah wajib pajak efektif adalah selisih antara jumlah Wajib pajak terdaftar dengan jumlah wajib pajak non efektif.
Kewajiban wajib pajak:
1.  Mendaftarkan diri dan meminta Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) apabila belum mempunyai NPWP.
2.  Mengambil sendiri blangko Surat Pemberitahuan (SPT) dan blangko perpajakan lainnya di tempat-tempat yang ditentukan oleh DJP.
3.     Mengisi dengan lengkap, jelas dan benar dan menandatangani sendiri SPT dan kemudian mengembalikan SPT itu kepada kantor inspeksi pajak dilengkapi dengan lampiran-lampiran.
4.      Melakukan pelunasan dan melakukan pembayaran pajak yang ditentukan oleh Undang-Undang.
5.  Menghitung sendiri, menetapkan besarnya jumlah dan membayar pajak dalam tahun yang sedang berjalan, sesuai dengan pajak dari tahun terakhir atau sesuai dengan SKP yang dikeluarkan oleh DJP.
6.      Menghitung dan menetapkan sendiri pajak yang terutang menurut cara yang ditentukan.
7.      Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan-pencatatan.
8.      Dalam hal terjadi pemeriksaan pajak, wajib pajak wajib:
  1. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib pajak atau objek yang terutang pajak.
  2. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan.
  3. Memberikan keterangan yang diperlukan.
9.      Apabila dalam mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan yang diminta, wajib pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan.
Hak-hak wajib pajak :
1.      Menerima tanda bukti pemasukan SPT.
2.      Mengajukan permohonan dan penundaan penyampaian SPT.
3.      Melakukan pembetulan sendiri SPT yang telah dimasukkan ke KPP.
4. Mengajukan permohonan penundaan dan pengangsuran pembayaran pajak sesuai dengan kemampuannya.
5.   Mengajukan permohonan perhitungan atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak serta berhak memperoleh kepastian terbitnya surat keputusan kelebihan pembayaran pajak, surat keputusan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
6.      Mendapatkan kepastian batas ketetapan pajak yang terutang dan penerbitan Surat Pemberitaan.
7.    Mengajukan permohonan pembetulan salah tulis atau salah hitung atau kekeliruan yang terdapat dalam Surat Ketetapan Pajak (SKP) dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan.
8.      Mengajukan surat keberatan dan mohon kepastian terbitnya surat keputusan atas surat keberatannya.
9.      Mengajukan permohonan banding atas surat keputusan keberatan yang diterbitkan oleh DJP.
10. Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan pengenaan sanksi perpajakan serta pembetulan ketetapan pajak yang salah atau keliru.
11. Memberikan kuasa khusus kepada orang yang dipercaya untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya.

B.     Kepatuhan dalam Membayar Pajak
Ismawan (2001:82) mengemukakan prinsip administrasi pajak yang diterima secara luas menyatakan bahwa tujuan yang ingin dicapai adalah kepatuhan sukarela. Kepatuhan sukarela merupakan tulang punggung sistem  self assessment di mana wajib pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban pajaknya dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajak tersebut.
Kepatuhan perpajakan yang dikemukakan oleh Norman D. Nowak sebagai ”suatu iklim” kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan tercermin dalam situasi (Devano, 2006:110) sebagai berikut :
a.       Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua
b.      ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan.
c.       Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas.
d.      Menghitung jumlah pajak yang rutang dengan benar.
e.       Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.
Kepatuhan sebagai fondasi self assessment dapat dicapai apabila elemen- elemen kunci telah diterapkan secara efektif. Elemen- elemen kunci (Ismawan, 2001:83) tersebut adalah sebagai berikut :
a.       Program pelayanan yang baik kepada wajib pajak.
b.      Prosedur yang sederhana dan memudahkan wajib pajak.
c.       Program pemantauan kepatuhan dan verifikasi yang efektif.
d.      Pemantapan law enforcement secara tegas dan adil.
Ada dua macam kepatuhan, yaitu kepatuhan formal dan kepatuhan material. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan di mana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang- undang perpajakan. Kepatuhan material adalah suatu keadaan di mana wajib pajak memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai dengan isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 544/KMK.04/2000, wajib pajak dimasukkan dalam kategori wajib pajak patuh apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :
a.   Tepat waktu dalam menyampaikan surat pemberitahuan untuk semua jenis pajak dalam dua tahun terakhir.
b.  Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
c.   Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu sepuluh tahun terakhir.
d.      Dalam dua tahun pajak terakhir menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 UU KUP dan dalam hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk tiap-tiap jenis pajak yang terutang paling banyak 5%.
e.   Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun terakhir diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal. Laporan auditnya harus disusun dalam bentuk panjang (long form report) yang menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal. Dalam hal wajib pajak yang laporan keuangannya tidak diadit oleh akuntan publik dipersyaratkan untuk memenuhi ketentuan pada huruf a, b, c, dan d di atas.

C.    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kesadaran dan Kepedulian Sukarela Wajib Pajak
Salah satu ciri negara maju adalah jika kesadaran masyarakat membayar pajak tinggi, mendekati 100 persen Seandainya dari 50 juta yang belum bayar pajak, sudah membayar kewajibannya tentu Indonesia akan lebih maju dari sekarang. Berbagai pendekatan dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat kesadaran dan kepedulian sukarela Wajib pajak. Indikasi tingginya tingkat kesadaran dan kepedulian Wajib Pajak antara lain:
1.      Realisasi penerimaan pajak terpenuhi sesuai dengan target yang telah ditetapkan.
2.      Tingginya tingkat kepatuhan penyampaian SPT Tahunan dan SPT Masa.
3.      Tingginya Tax Ratio 
4.      Semakin Bertambahnya jumlah Wajib Pajak baru.
5.      Rendahnya jumlah tunggakan / tagihan wajib pajak.
6.   Tertib, patuh dan disiplin membayar pajak atau minimnya jumlah pelanggaran pemenuhan kewajiban perpajakan.
Dalam menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesadaran dan kepedulian sukarela Wajib Pajak harus ditinjau terlebih dahulu ruang lingkup pembahasannya. Karena jika dibandingkan antara Wajib Pajak PPh, PPN dan PBB sangat berbeda karakter masyarakat Wajib Pajaknya. Hal ini juga dipengaruhi sistemnya dimana PBB dalam penghitungannya masih menganut sistem office assesment sedangkan yang non PBB sudah menganut self assesment.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran masyarakat untuk membayar pajak antara lain :
1.      Faktor yang cukup menonjol adalah kepemimpinan, kualitas pelayanan, dan motivasi. Pemimpin harus mampu menciptakan kemudahan untuk merangsang kesadaran yang dipimpin, dalam hal ini adalah kesadaran masyarakat untuk membayar Pajak Bumi dan Bangunan. Pelayanan masyarakat merupakan salah satu tugas lurah desa, memberi pelayanan yang berkualitas telah menjadi obsesi yang selalu ingin dicapai. Motivasi adalah dorongan agar orang mau melakukan sesuatu dengan ikhlas dengan sebaik-baiknya. Dan kepemimpinan yang baik, pelayanan yang berkualitas dan motivasi yang baik akan dapat mempengaruhi kesadaran masyarakat untuk membayar pajak.
2.      Faktor ekonomi/tingkat pendapatan. Sekretaris Kamar Dagang dan Industri (KADIN).
Faktor ekonomi merupakan hal yang sangat fundamental dalam hal melaksanakan kewajiban. Masyarakat yang miskin akan menemukan kesulitan untuk membayar pajak. Kebanyakan mereka akan memenuhi kebutuhan hidup terlebih dahulu sebelum membayar pajak. Karenanya tingkat pendapatan seseorang dapat mempengaruhi bagaimana seseorang tersebut memiliki kesadaran dan kepatuhan akan ketentuan hukum dan kewajibannya.
Faktor yang dapat menurunkan tingkat kesadaran dan kepedulian sukarela wajib pajak. Antara lain:
1.  Prasangka negatif kepada aparat perpajakan harus digantikan dengan prasangka positif. Sebab, prasangka negatif ini akan menyebabkan para wajib pajak bersikap defensif dan tertutup. Mereka akan cenderung menahan informasi dan tidak co operatif. Mereka akan berusaha memperkecil nilai pajak yang dikenakan pada mereka dengan memberikan informasi sesedikit mungkin. Perlu usaha keras dari lembaga perpajakan dan media massa untuk membantu menghilangkan prasangka negatif tersebut.
2.    Hambatan atau kurangnya intensitas kerjasama dengan Instansi lain (pihak ketiga) guna mendapatkan data mengenai potensi Wajib Pajak baru, terutama dengan instansi daerah atau bukan instansi vertikal.
3.   Bagi Calon Wajib Pajak, Sistem Self Assessment dianggap menguntungkan, sehingga sebagian besar mereka enggan untuk mendaftarkan dirinya bahkan menghindar dari kewajiban ber-NPWP. Data-data tentang dirinya selalu diupayakan untuk ditutupi sehingga tidak tersentuh oleh DJP.
4.    Masih sedikitnya informasi yang semestinya disebarkan dan dapat diterima masyarakat mengenai peranan pajak sebagai sumber penerimaan negara dan segi-segi positif lainnya.
5.   Adanya anggapan masyarakat bahwa timbal balik (kontra prestasi) pajak tidak bisa dinikmati secara langsung, bahkan wujud pembangunan sarana prasana belum merata, meluas, apalagi menyentuh pelosok tanah air.
6.   Adanya anggapan masyarakat bahwa tidak ada keterbukaan pemerintah terhadap penggunaan uang pajak

D.    Keterkaitan Kualitas Pelayanan dalam Sistem Self Assessment Berpengaruh dengan Upaya Menigkatkan Kepatuhan Wajib Pajak dalam Membayar Pajak
Kajian teori sistem pemungutan pajak berdasarkan self assessment menuntut kesadaran dan kepatuhan yang tinggi dari wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas pelayanan. Pelayanan adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal agar tercipta kepuasan dan keberhasilan (Boediono, 2003: 60). Hakikat pelayanan umum adalah sebagai berikut.
1.   Meningkatkan mutu dan produktivitas pelaksanaan tugas dan instansi pemerintah di bidang pelayanan umum.
2.    Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tata laksana pelayanan sehingga pelayanan umum dapat diselenggarakan secara lebih berdaya guna dan  berhasil guna (efisien dan efektif).
3.   Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa, dan peran serta masyarakat dalam pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas.
Pelayanan yang berkualitas adalah pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan dan tetap dalam batas memenuhi standar pelayanan yang dapat dipertangungjawabkan serta harus dilakukan secara terus-menerus. Secara sederhana definisi kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pihak yang menginginkannya.
Dengan demikian, yang dikatakan kualitas di sini adalah kondisi dinamis yang bisa menghasilkan :
1.      Produk yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan;
2.      Jasa yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan;
3.      Suatu proses yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan;
4.      Lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
Apabila jasa dari suatu instansi tidak memenuhi harapan pelanggan, berarti jasa pelayanan tidak berkualitas. Jika proses pelayanan tidak memenuhi harapan pelanggan, seperti berbelit-belit (tidak sederhana), berarti mutu pelayanannya kurang. Pelayanan kepada pelanggan dikatakan bermutu apabila memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau semakin kecil kesenjangan antara pemenuhan janji dengan harapan pelanggan adalah semakin mendekati ukuran bermutu.
Pengertian mutu dapat diartikan sebagai kinerja untuk standar yang diharapkan oleh pelanggan. Titik temu kebutuhan pelanggan juga diartikan sebagai mutu yang pertama dan setiap waktu. Menyediakan pelanggan dengan  jasa secara konsisten adalah pelayanan bermutu. Arti mutu tidak hanya memuaskan pelanggan, tetapi menyenangkan pelanggan, memberikan inovasi kepada pelanggan, dan membuat pelanggan menjadi kreatif.
Untuk menciptakan kualitas, pelayanan harus diproses secara terus-menerus dan prosesnya mengikuti jarum jam, yaitu dimulai dari apa yang dilakukan, menjelaskan bagaimana mengerjakannya, memperlihatkan bagaimana cara mengerjakan, diakhiri dengan menyediakan pembimbingan, dan mengoreksi, sementara mereka mengerjakan. Hakikat dari pelayanan umum yang berkualitas (Boediono B., 2003 : 3)  adalah sebagai berikut.
1.  Meningkatkan mutu dan produktivitas pelaksanaan tugas dan fungsi instansi   pemerintah di bidang pelayanan umum.
2.    Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tata laksana pelayanan sehingga pelayanan umum dapat diselenggarakan secara lebih berdaya guna dan berhasil guna (efisien dan efektif).
3.   Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa, dan peran serta masyarakat dalam pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas.
Rangkaian kegiatan terpadu yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan adalah sebagai berikut :
1.      Pelayanan umum yang sederhana
Pelayanan umum berkualitas apabila pelaksanaannya tidak menyulitkan, prosedurnya tidak banyak seluk-beluknya, persyaratan mudah dipenuhi pelanggan. Tidak bertele-tele, tidak mencari kesempatan dalam kesempitan.
2.      Pelayanan umum yang terbuka
Aparatur yang bertugas melayani pelanggan harus memberikan penjelasan sejujur-jujurnya, apa adanya dalam peraturan atau norma, jangan menakut-nakuti, jangan merasa berjasa dalam memberikan pelayanan agar tidak timbul keinginan mengharapkan imbalan dari pelanggan. Standar pelayanan harus diumumkan, ditempel pada pintu utama kantor.
3.      Pelayanan umum yang lancar
Untuk menjadi lancar diperlukan sarana yang menunjang kecepatan dalam menghasilkan output
4.      Pelayanan umum yang dapat menyajikan secara tepat
Yang dimaksud tepat di sini adalah tepat arah, tepat sasaran, tepat waktu, tepat jawaban, dan tepat dalam memenuhi janji. Misal kantor pelayanan pajak dalam melakukan penagihan pajak tepat pada waktu wajib pajak mempunyai uang.
5.      Pelayanan umum yang lengkap
Lengkap berarti tersedia apa yang diperlukan oleh pelanggan. Untuk dapat menjamin pelayanan berkualitas harus didukung sumber daya manusia dan sarana yang tersedia.
6.      Pelayanan umum yang wajar
Pelayanan umum yang wajar berarti tidak ditambah-tambah menjadi pelayanan yang bergaya mewah, tidak dibuat-buat, pelayanan biasa seperlunya sehingga tidak memberatkan pelanggan.
7.      Pelayanan umum yang terjangkau
Dalam memberikan pelayanan, uang retribusi dari pelayanan yang diberikan harus dapat dijangkau oleh pelanggan.
Pelayanan yang berkualitas harus dapat memberikan 4K, yaitu keamanan, kenyamanan, kelancaran, dan kepastian hukum. Kualitas pelayanan dapat diukur dengan kemampuan memberikan pelayanan yang memuaskan, dapat memberikan pelayanan dengan tanggapan, kemampuan, kesopanan, dan sikap dapat dipercaya yang dimiliki oleh aparat pajak. Di samping itu, juga kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik, memahami kebutuhan wajib pajak, tersedianya fasilitas fisik termasuk sarana komunikasi yang memadai, dan pegawai yang cakap dalam tugasnya. Kepatuhan wajib pajak dapat diukur dari pemahaman terhadap semua ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, mengisi formulir dengan lengkap dan jelas, menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar, membayar dan melaporkan  pajak yang terutang tepat pada waktunya.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya kualitas pelayanan harus ditingkatkan oleh aparat pajak. Pelayanan yang berkualitas harus diupayakan dapat memberikan 4 K yaitu keamanan, kenyamanan, kelancaran, dan kepastian hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.


DAFTAR PUSTAKA

Berita Pajak. No. 1551/ Tahun XXXVIII/ 15 November 2005. Jakarta: PT Ikrar Mandiri Abadi.
Boediono B. 2003. Pelayanan Prima Perpajakan. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Devano Sony, Siti Kurnia Rahayu. 2006.  Perpajakan: Konsep, Teori, dan Isu. Jakarta : Prenada Media Group.
Ismawan Indra. 2001. Memahami Reformasi Perpajakan 2000. Jakarta : PT Elex Media Komputindo.
Mardiasmo. 2002. Perpajakan. Edisi Revisi Tahun 2002. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Soemitro Rochmat. 2004.  Asas dan Dasar Perpajakan 2. Bandung : PT Refika Aditama.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16, Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 6, Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Jakarta : Penerbit Buku Berita Pajak.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17, Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7, Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Jakarta : Penerbit Buku Berita Pajak.

1 komentar:

  1. Hai. aku juga punya materi yang berhubungan dengan wajib pajak. kunjungi saja di. http://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/503/1/kartawan_108-116.pdf

    BalasHapus