TEORI
HUKUM ROSCOE POUND (1870-1964) TENTANG
SOCIOLOGICAL
JURISPRUDENCE
DAN SOCIAL
ENGINEERING
PENDAHULUAN
Roscoe
Pound adalah ahli hukum pertama menganalisis yurisprudensi serta metodologi ilmu-ilmu
sosial. Hingga saat itu, filsafat yang telah dianut selama berabad-abad dituding
telah gagal dalam menawarkan teori semacam itu, fungsi logika sebagai sarana
berpikir semakin terabaikan dengan usaha-usaha yang dilakukan oleh Langdell
serta para koleganya dari Jerman. Pound menyatakan bahwa hukum adalah lembaga
terpenting dalam melaksanakan kontrol sosial. Hukum secara bertahap telah
menggantikan fungsi agama dan moralitas sebagai instrumen penting untuk
mencapai ketertiban sosial. Menurutnya, kontrol sosial diperlukan untuk
melestarikan peradaban karena fungsi utamanya adalah mengendalikan “aspek
internal atau sifat manusia”, yang dianggapnya sangat diperlukan untuk
menaklukkan aspek eksternal atau lingkungan fisikal.
Pound
menyatakan bahwa kontrol sosial diperlukan untuk menguatkan peradaban
masyarakat manusia karena mengendalikan perilaku antisosial yang bertentangan
dengan kaidah-kaidah ketertiban sosial. Hukum, sebagai mekanisme control
sosial, merupakan fungsi utama dari negara dan bekerja melalui penerapan
kekuatan yang dilaksanakan secara sistematis dan teratur oleh agen yang
ditunjuk untuk melakukan fungsi itu. Akan tetapi, Pound menambahkan bahwa hukum
saja tidak cukup, ia membutuhkan dukungan dari institusi keluarga, pendidikan,
moral, dan agama. Hukum adalah sistem ajaran dengan unsur ideal dan empiris,
yang menggabungkan teori hukum kodrat dan positivistik.
Pound
mengatakan bahwa hokum kodrati dari setiap masa pada dasarnya berupa sebuah
hokum kodrati yang “positif”, versi ideal dari hukum positif pada masa dan
tempat tertentu, “naturalisasi” untuk kepentingan kontrol sosial manakala
kekuatan yang ditetapkan oleh masyarakat yang terorganisasi tidak lagi dianggap
sebagai alat pembenar yang memadai.
Ia
mengakui kekaburan dari ketiga pengertian dari istilah hukum: hukum sebagai
kaidah sosial, badan hukum sebagai badan yang otoritatif, serta hukum sebagai
proses peradilan. Sehubungan dengan itu, Pound berusaha menyatukan ketiga
pengertian tadi ke dalam sebuah definisi. Ia mendefinisikan hukum dengan fungsi
utama dalam melakukan kontrol sosial: Hukum adalah suatu bentuk khusus dari
kontrol sosial, dilaksanakan melalui badan khusus berdasarkan ajaran yang
otoritatif, serta diterapkan dalam konteks dan proses hukum serta administrasi.
Pound
pun mengakui bahwa fungsi lain dari hukum adalah sebagai sarana untuk melakukan
rekayasa sosial (social engineering). Keadilan bukanlah hubungan sosial yang
ideal atau beberapa bentuk kebajikan. Ia merupakan suatu hal dari
“penyesuaian-penyesuaian hubungan tadi dan penataan perilaku sehingga tercipta
kebaikan, alat yang memuaskan keinginan manusia untuk memiliki dan mengerjakan
sesuatu, melampaui berbagai kemungkinan terjadinya ketegangan, inti teorinya
terletak pada konsep “kepentingan”. Ia mengatakan bahwa sistem hukum mencapai tujuan ketertiban hukum dengan mengakui
kepentingan-kepentingan itu, dengan menentukan batasan-batasan pengakuan atas
kepentingan-kepentingan tersebut dan aturan hukum yang dikembangkan serta
diterapkan oleh proses peradilan memiliki dampak positif serta dilaksanakan
melalui prosedur yang berwibawa, juga berusaha menghormati berbagai kepentingan
sesuai dengan batas-batas yang diakui dan ditetapkan.
Pound
mengatakan bahwa kebutuhan akan adanya kontrol sosial bersumver dari fakta
mengenai kelangkaan. Kelangkaan mendorong kebutuhan untuk menciptakan sebuah
sistem hukum yang mampu mengklasifikasikan berbagai kepentingan serta
menyahihkan sebagian dari kepentingan-kepentingan itu. Ia menyatakan bahwa
hukum tidak melahirkan kepentingan, melainkan menemukannya dan menjamin
keamanannya. Hukum memilih untuk berbagai kepentingan yang dibutuhkan untuk
mempertahankan dan mengembangan peradaban. Pound mengakui adanya tumpang tindih
dari berbagai kelompok kepentingan, yaitu antara kepentingan individual atau
personal dengan kepentingan public atau sosial. Semua itu diamankan melalui dan
ditetapkan dengan status “hak hukum”.
Roscoe Pound memiliki pendapat mengenai hukum yang menitik
beratkan hukum pada kedisiplinan dengan teorinya yaitu: “Law as a tool of
social engineering” (Bahwa Hukum adalah alat untuk memperbaharui atau
merekayasa masyarakat). Untuk
dapat memenuhi peranannya Roscoe Pound lalu membuat penggolongan atas
kepentingan-kepentingan yang harus dilindungi oleh hukum itu sendiri, yaitu
sebagai berikut:
1. Kepentingan Umum (Public Interest)
a. Kepentingan negara sebagai Badan Hukum
b. Kepentingan negara sebagai penjaga kepentingan
masyarakat.
2. Kepentingan Masyarakat (Social Interest)
a. Kepentingan akan kedamaian dan ketertiban
b. Perlindungan lembaga-lembaga sosial
c. Pencegahan kemerosotan akhlak
d. Pencegahan pelanggaran hak
e. Kesejahteraan sosial.
3. Kepentingan Pribadi (Private Interest)
Kepentingan
individu
Kepentingan
keluarga
Kepentingan hak
milik.
Menurut Roscoe Pound untuk membantu para mahasiswa yang
belajar Ilmu Hukum perlu kiranya dikemukakan tentang Disiplin ilmu Hukum.
Ilmu hukum termasuk kedalam ilmu pengetahuan kemasyarakatan yang khusus mempelajari mengenai tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan kaidah-kaidah hidupnya terutama yang berlaku pada masa kini (hukum positif).
Kemudian hal-hal yang termasuk ke dalam ilmu hukum itu adalah :
Ilmu hukum termasuk kedalam ilmu pengetahuan kemasyarakatan yang khusus mempelajari mengenai tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan kaidah-kaidah hidupnya terutama yang berlaku pada masa kini (hukum positif).
Kemudian hal-hal yang termasuk ke dalam ilmu hukum itu adalah :
1. Ilmu Kaidah
2. Ilmu Pengertian
3. Ilmu Kenyataan.
Sedangkan kaidah hukum menurut Pound terdiri dari tiga macam
yaitu :
1. Kaidah-kaidah hukum yang berisikan suruhan
2. Kaidah-kaidah hukum yang berisikan larangan
3. Kaidah-kaidah hukum yang berisikan kebolehan.
KONSEP HUKUM ROSCOE POUND
TENTANG LAW AS A TOOL OF SOCIAL ENGINEERING
Law
as a tool of sosial engineering merupakan teori yang
dikemukakan oleh Roscoe Pound, yang berarti hukum sebagai alat pembaharuan
dalam masyarakat, dalam istilah ini hukum diharapkan dapat berperan merubah
nilai-nilai sosial dalam masyarakat. Dengan disesuaikan dengan situasi dan
kondisi di Indonesia, konsepsi “law as a
tool of social engineering” yang merupakan inti pemikiran dari aliran pragmatic legal realism itu, oleh
Mochtar Kusumaatmadja kemudian dikembangkan di Indonesia. Menurut pendapat
Mochtar Kusumaatmadja[1],
konsepsi hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat Indonesia lebih luas
jangkauan dan ruang lingkupnya daripada di Amerika Serikat tempat kelahirannya,
alasannya oleh karena lebih menonjolnya perundang-undangan dalam proses
pembaharuan hukum di Indonesia (walau yurisprudensi memegang peranan pula) dan
ditolaknya aplikasi mekanisme daripada konsepsi tersebut yang digambarkan akan
mengakibatkan hasil yang sama daripada penerapan faham legisme yang banyak
ditentang di Indonesia. Sifat mekanisme itu nampak dengan digunakannya istilah
“tool” oleh Roscoe Pound. Itulah
sebabnya mengapa Mochtar Kusumaatmadja cenderung menggunakan istilah “sarana”
daripada alat. Disamping disesuaikan dengan situasi dan kondisi di Indonesia
konsepsi tersebut dikaitkan pula dengan filsafat budaya dari Northrop[2]
dan policy-oriented dari Laswell dan
Mc Dougal. Hukum yang digunakan sebagai sarana pembaharuan itu dapat berupa
undang-undang atau yurisprudensi atau kombinasi keduanya, seperti telah
dikemukakan dimuka, di Indonesia yang paling menonjol adalah perundang-undangan,
yurisprudensi juga berperan namun tidak seberapa. Agar supaya dalam pelaksanaan
perundang-undangan yang bertujuan untuk pembaharuan itu dapat berjalan
sebagaimana mestinya, hendaknya perundang-undangan yang dibentuk itu sesuai
dengan apa yang menjadi inti pemikiran aliran sociological Jurisprudence yaitu hukum yang baik hendaknya sesuai
dengan hukum yang hidup didalam masyarakat[3].
Sebab jika ternyata tidak, akibatnya ketentuan tersebut akan tidak dapat
dilaksanakan dan akan mendapat tantangan-tantangan. Beberapa contoh
perundang-undangan yang berfungsi sebagai sarana pembaharuan dalam arti merubah
sikap mental masyarakat tradisional kearah modern, misalnya larangan penggunaan
koteka di Irian Jaya, keharusan pembuatan sertifikat tanah dan sebagainya[4].
Dalam hal ini dengan
adanya fungsi hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat, dapat pula
diartikan, bahwa hukum digunakan sebagai alat oleh agent of change yang
merupakan pelopor perubahan yaitu seseorang atau sekelompok orang yang
mendapatkan kepercayaan masyarakat sebagai pemimpin dari satu atau lebih
lembaga-lembaga kemasyarakatan. Pelopor ini melakukan penekanan untuk mengubah
sistem sosial[5],
mempengaruhi masyarakat dengan sistem yang direncanakan terlebih dahulu disebut
social engineering ataupun planning atau sebagai alat rekayasa
sosial.
Law
as a tool of social engineering dapat pula diartikan
sebagai sarana yang ditujukan untuk mengubah perilaku warga masyarakat, sesuai
dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya[6].
Salah satu masalah yang dihadapi di dalam bidang ini adalah apabila terjadi apa
yang dinamakan oleh Gunnar Myrdal sebagai softdevelopment
yaitu dimana hukum-hukum tertentu yang dibentuk dan diterapkan ternyata tidak
efektif[7].
Gejala-gejala semacam itu akan timbul, apabila ada faktor-faktor tertentu yang
menjadi halangan. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari pembentuk hukum,
penegak hukum, para pencari keadilan, maupun golongan-golongan lain dalam
masyarakat. Faktor-faktor itulah yang harus diidentifikasikan, karena suatu
kelemahan yang terjadi kalau hanya tujuan-tujuan yang dirumuskan tanpa
mempertimbangkan sarana-sarana untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. kalau
hukum merupakan sarana yang dipilih untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut maka
prosesnya tidak hanya berhenti pada pemilihan hukum sebagai sarana saja tetapi
pengetahuan yang mantap tentang sifat-sifat hukum juga perlu diketahui untuk
agar tahu batas-batas di dalam penggunaan hukum sebagai sarana untuk mengubah
ataupun mengatur perilaku warga masyarakat. Sebab sarana yang ada, membatasi
pencapaian tujuan, sedangkan tujuan menentukan sarana-sarana mana yang tepat
untuk dipergunakan.
Hukum di dalam
masyarakat modern saat ini mempunyai ciri menonjol yaitu penggunaannya telah
dilakukan secara sadar oleh masyarakatnya. Di sini hukum tidak hanya dipakai
untuk mengukuhkan pola-pola kebiasaan dan tingkah laku yang terdapat dalam
masyarakat, melainkan juga untuk mengarahkannya kepada tujuan-tujuan yang
dikendaki, menghapuskan kebiasaan yang dipandangnya tidak sesuai lagi,
menciptakan pola-pola kelakuan baru dan sebagainya. Inilah yang disebut sebagai
pandangan modern tentang hukum itu yang menjurus kepada penggunaan hukum
sebagai instrument[8]
yaitu law as a tool social engineering.
Penggunaan secara sadar
tadi yaitu[9]
penggunaan hukum sebagai sarana mengubah masyarakat atau sarana pembaharuan
masyarakat itu dapat pula disebut sebagai social
engineering by the law. Dan langkah yang diambil dalam social engineering itu bersifat sistematis, dimulai dari
identifikasi problem sampai kepada jalan pemecahannya, yaitu :
1. Mengenal
problem yang dihadapi sebaik-baiknya. Termasuk di dalamnya mengenali dengan
seksama masyarakat yang hendak menjadi sasaran dari penggarapannya tersebut.
2. Memahami
nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, hal ini penting dalam hal social engineering itu hendak diterapkan
pada masyarakat dengan sektor-sektor kehidupan majemuk, seperti tradisional,
modern dan perencanaan. Pada tahap ini ditentukan nilai-nilai dari sektor mana
yang dipilih.
3. Membuat
hipotesa-hipotesa dan memilih mana yang paling layak untuk bisa dilaksanakan.
4. Mengikuti
jalannya penerapan hukum dan mengukur efek-efeknya.
KONSEP HUKUM ROSCOE POUND
TENTANG SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE
Roscoe
Pound adalah salah satu ahli hukum yang beraliran Sociological Jurisprudence
yang lebih mengarahkan perhatiannya pada ”Kenyataan Hukum” daripada kedudukan
dan fungsi hukum dalam masyarakat. Kenyataan hukum pada dasarnya adalah kemauan
publik, jadi tidak sekedar hukum dalam pengertian law in books. Sociological
Jurisprudence menunjukkan kompromi yang cermat antara hukum tertulis sebagai
kebutuhan masyarakat hukum demi terciptanya kepastian hukum (positivism law)
dan living law sebagai wujud penghargaan terhadap pentingnya peranan masyarakat
dalam pembentukan hukum dan orientasi hukum[10].
Fungsi
Utama Hukum
Fungsi
utama hukum adalah untuk melindungi kepentingan yang ada dalam masyarakat.
Menurut Roscoe Pound ada tiga kepentingan yang harus dilindungi oleh hukum,
yaitu public interest; individual interest; dan interest of personality. Rincian
dari setiap kepentingan tersebut bukan merupakan daftar yang mutlak tetapi
berubah-ubah sesuai perkembangan masyarakat. Jadi, sangat dipengaruhi oleh waktu
dan kondisi masyarakat. Apabila kepentingan-kepentingan tersebut disusun
sebagai susunan yang tidak berubah-ubah, maka susunan tersebut bukan lagi
sebagai social engineering tetapi merupakan pernyataan politik (manifesto
politik)[11].
Tugas Utama Hukum
Tugas
utama hukum adalah rekayasa sosial (law as a tool of social engineering, Roscoe
Pound). Hukum tidak saja dibentuk berdasarkan kepentingan masyarakat tetapi
juga harus ditegakkan sedemikian rupa oleh para yuris sebagai upaya sosial
kontrol dalam arti luas yang pelaksanaannya diorientasikan kepada
perubahan-perubahan yang dikehendaki[12].
Oleh
karena itu, sangat dipengaruhi oleh komponen-komponen di luar hukum, maka para
penegak hukum dalam mewujudkan tugas utama hukum harus memahami secara benar
logika, sejarah, adat, istiadat, pedoman prilaku yang benar agar keadilan dapat
ditegakkan. Keputusan hukum yang adil dapat digunakan sebagai sarana untuk mengembangkan
masyarakat. Tugas utama adalah sarana pembaharuan masyarakat dalam pembangunan.
Peran
Strategis Hakim dalam Perspektif Sociological Jurisprudence
Kehidupan
hukum sebagai kontrol sosial terletak pada praktek pelaksanaan atau penerapan
hukum tersebut. Tugas hakim dalam menerapkan hukum tidak melulu dipahami
sebagai upaya social control yang bersifat formal dalam menyelesaikan konflik,
tetapi sekaligus mendisain penerapan hukum itu sebagai upaya social
engineering. Tugas yudisial hakim tidak lagi dipahami sekedar sebagai
penerap undang-undang terhadap peristiwa konkrit (berupa berbagai kasus dan
konflik) atau sebagai sekedar corong undang-undang (boncha de la loi) tetapi
juga sebagai penggerak social engineering. Para penyelenggara hukum harus
memperhatikan aspek fungsional dari hukum yakni untuk mencapai perubahan,
dengan melakukan perubahan hukum selalu dengan menggunakan segala macam teknik
penafsiran (teori hukum fungsional).
Teori Hukum Menurut Roscoe Pound
“Law
is a tool of social engineering” adalah apa yang dikatakan oleh Roscoe Pound
terhadap hukum itu. Sama seperti apa yang dikatakan oleh Mochtar Kusumaatmadja,
hukum adalah keseluruhan azas-azas dan kaedah-kaedah yang mengatur masyarakat,
termasuk di dalamnya lembaga dan proses untuk mewujudkan hukum itu ke dalam
kenyataan. Kedua ahli hukum ini memiliki pandangan yang sama terhadap hukum[13].
Kepentingan
negara adalah harus yang paling tinggi/atas dikarenakan negara mempunyai
kepentingan nasional. Kepentingan nasional tersebut harus melindungi
kepentingan negara kemauan negara adalah kemauan publik. Karena hukum itu bukan
seperti yang dikatakan oleh teori-teori positivis menghukum bahwa hukum
memiliki sifat tertutup. Hukum sangat dipengaruhi oleh ideologi, politik, ekonomi,
sosial, budaya. Tidak hanya sekedar kemauan pemerintan. Suatu logika yang
terbuka, perkembangan kebutuhan masyarakat sangat mempengaruhi pertumbuhan hukum
di dalam masyarakat. Politik sangat mempengaruhi pertumbuhan hukum di dalam
masyarakat[14].
Fungsi Utama Hukum
Salah
satu masalah yang dihadapi adalah menemukan sistem dan pelaksanaan penegakan
hukum yang dapat menjelmakan fungsi hukum dengan baik seperti fungsi kontrol
sosial, fungsi menyelesaikan perselisihan, fungsi memadukan, fungsi memudahkan,
fungsi pembaharuan, fungsi kesejahteraan dan lain-lain. Pada saat ini,
perbedaan-perbedaan fungsi hukum tersebut, sering kali menjadi unsur yang
mendorong timbulnya perbedaan mengenai tujuan menerapkan hukum. Ada yang lebih
menekankan pada fungsi kontrol sosial, atau fungsi perubahan, dan lain-lain.
Kalau masing-masing pihak menuntut menurut keinginannya sendiri-sendiri maka
yang timbul adalah permasalahan hukum bukan penyelesaian hukum. Bahkan
menimbulkan konflik yang berkonotasi saling menyalahkan, saling menuduh, dan
lain-lain. Fungsi utama hukum adalah untuk melindungi kepentingan yang ada dalam
masyarakat. Seperti yang dibahas pada topik sebelumnya dalam konteks kepentingan
menurut Roscoe Pound. Rincian dari tiap-tiap kepentingan tersebut bukan
merupakan daftar yang mutlak tetapi berubah-ubah sesuai dengan perkembangan
masyarakat. Jadi, sangat dipengaruhi oleh waktu dan kondisi masyarakat.Apabila
susunan kepentingan-kepentingan tersebut disusun sebagai susunan yang tidak
berubah-ubah, maka susunan tersebut bukan lagi sebagai social engineering
tetapi merupakan pernyataan politik (manifesto politik).
KONSEP ROSCOE POUND
TENTANG SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE DAN RELEVANSINYA
TERHADAP PEMBANGUNAN SISTEM HUKUM INDONESIA
Keadilan adalah
kepentingan manusia yang
paling luhur di bumi ini. Bagaimanapun juga keadilan itulah yang dicari orang
tiada hentinya, diperjuangkan oleh setiap orang dengan gigihnya, dinantikan
oleh orang dengan penuh kepercayaan tetapi perkataan keadilan mempunyai lebih
dari satu arti. Di dalam etika, keadilan dapat dianggap sebagai budi pekerti
perseorangan atau sebagai suatu keadaan dengan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan
atau tuntutan-tuntutan manusia secara adil dan layak. Di dalam ilmu ekonomi dan
ilmu politik berbicara tentang keadilan sosial sebagai suatu sistem yang
menjamin kepentingan-kepentingan atau kehendak manusia yang selaras dengan
cita-cita kemasyarakatan. Di dalam hukum berbicara tentang pelaksanaan keadilan
tersebut yang berarti mengatur hubungan-hubungan dan menerbitkan kelakuan
manusia di dalam dan melalui aturan-aturan tentang tingkah laku.
Gagasan
negara berdasar atas hukum muncul dari para pendiri bangsa ini dengan dilandasi
oleh prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan sosial, artinya hukum dan segala
wujud nilai-nilai yang kemudian diimplementasikan kedalam peraturan
perundang-undangan tidak boleh menyimpang, baik secara nyata maupun tersamar
dari prinsip-prinsip demokrasi maupun keadilan sosial. Hukum dalam gagasan para
pendiri tersebut justru seyogyanya menjadi dasar pertama dan utama bagi
nilai-nilai demokrasi dan keadilan sosial. Dalam negara hukum maka negara
berfungsi menegakkan keadilan, melindungi hak-hak sosial dan politik warga
negara dari pelanggaran-pelanggaran, baik yang dilakukan oleh penguasa maupun
warga negara sehingga warga negara yang ada dapat hidup secara damai dan
sejahtera sesuai dengan yang diamanatkan oleh UUD 1945.
Pembangunan
merupakan upaya sadar yang dilakukan untuk merubah sutu kondisi yang dianggap
kurang baik tau bahkan buruk ke kondisi atau keadaan yang baik. Pembnagunan
yang ada dilaksanakan tentu saja dengan berpijak pada hukum yang jelas, dapat
dipertanggungjawabkan, terarah, serta proposional dalam hal fisik maupun non
fisik.
Pada
dasarnya, semua masyarakat yang sedang membangun selalu dicirikan oleh
perubahan dan pembangunan. Oleh karena itu, bagaimanapun pembangunan diartikan
atau dimaknai serta apapun ukuran yang digunakan oleh masayarakat dalam
pembangunan pasti didasarkan atas tujuan untuk kesejahteraan masyarakat dengan
menjamin bahwa pembangunan yang ada berjalan secara damai dan teratur.
Istilah
pembaharuan hukum pada dasarnya mengandung makna yang luas, menurut Friedman,
sistem hukum terbagi ke dalam tiga bagian, yaitu: (1) struktur kelembagaan
hukum, yang terdiri dari sistem dan mekanisme kelembagaan yang menopang
pembentukan dan penyelenggaraan hukum di Indonesia, termasuk di antaranya
adalah lembaga-lembaga peradilan, aparatur penyelenggara hukum,
mekanisme-mekanisme penyelenggaraan hukum, dan sistem pengawasan pelaksanaan
hukum. (2) materi hukum, yaitu meliputi kaedah-kaedah yang telah dituangkan ke dalam
peraturan perundang-undangan tertulis maupun yang tidak tertulis yang hidup dan
berkembang dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta
bersifat mengikat bagi semua lapisan masyarakat dan (3) budaya hukum. Ketiga
unsur penopang sistem hukum tersebut saling berkaitan dalam rangka bekerja
menggerakkan roda hukum suatu negara (Friedman, 1990:5-6).
Dalam
prosesnya, ternyata pembangunan membawa konsekuensi terjadinya perubahan di
beberapa aspek sosial termasuk pranata hukum. Artinya perubahan yang dilakukan
dalam perjalannya menuntut adanya perubahan-perubahan dalam bentuk hukum.
Perubahan tersebut memiliki arti positif dalam rangka menciptakan sistem hukum
baru yang sesuai dengan kondisi nilai-nilai yang ada pada masyarakat.
Pada
dasarnya pembangunan hukum merupakan upaya untuk merombaka struktur hukum lama
yang merupakan warisan kolonial dan dianggap eksploitatif dan diskriminatif
sedangkan dilain pihak pembangunan sistem hukum dilaksanakan dalam rangka untuk
memenuhi tuntutan perkembangan masyarakat yang sangat kompleks serta cenderung
untuk berubah kapan saja.
Hukum
diakui memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam memacu percepatan
pembangunan suatu negara. Usaha ini tidak semata-mata dalam rangka memenuhi
tuntutan pembangunan jangka pendek tetapi juga jangka menengah serta jangka
panjang walaupun disadari setiap saat hukum dapat berubah sesuai dengan
kebutuhan masyarakat.
Pada
negara berkembang seperti Indonesia pembangunan hukum menjadi prioritas utama,
terlebih lagi jika negara yang dimaksud merupakan negara yang baru merdeka dari
penjajahan bangsa lain. Oleh karena itu pembangunan hukum di negara berkembang
senantiasa mengesankan adanya peranan ganda. Pertama, sebagai upaya untuk
melepaskan diri sendiri dari lingkaran struktur kolonial. Upaya tersebut
terdiri dari penghapusan, penggantian dan penyesuaian ketentuan hukum warisan
kolonial guna memenuhi tuntutan masyarakat nasional. Kedua, pembangunan hukum
berperan pula dalam mendorong proses pembangunan, terutama pembangunan dalam
bidang ekonomi yang memang diperlukan dalam rangka mengejar ketertinggalan dari
negara maju, dan demi kepentingan kesejahteraan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Roscoe Pound.
1996. Pengantar Filsafat Hukum. Bhratara Niaga Media : Jakarta.
Dewa Gede Wirasatya
P.
Catatan Perkuliahan
Sosiologi Hukum Prof.Sirtha. Program Pasca Sarjana Kenotariatan Universitas
Brawijaya. 2010
Lili Rasjidi dan Ira
Thania Rasjidi. 2007. Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum. PT. CitraAditya
Bakti : Bandung.
Ira
Thania Rasjidi, 2002, Pengantar Filsafat Hukum, Mandar Maju, Bandung.
Soetiksno. 1997. Filsafat
Hukum Bagian I. PT. Pradnya Paramita : Jakarta, cetakan kedelapan.
AA N Gede Dirksen.
2009. Pengantar Ilmu Hukum : Diktat Untuk kalangan sendiri Tidak Diperdagangkan.
Fakultas Hukum Universitas Udayana.
Mochtar Kusumaatmadja.
Hukum, Masyarakat, dan Pembangunan. Binacipta : Bandung.
Rahardjo,
Satjipto. 2006. Ilmu Hukum. Citra Aditya Bakti : Bandung.
Soekanto Soerjono.
2009. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Rajawali Pers : Jakarta.
[1] Lihat
Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum
Nasional, Binacipta, h.9
[2] Ibid
[3] Lili
Rasjidi,Ira Thania Rasjidi, 2002, Pengantar
Filsafat Hukum, Mandar Maju, Bandung, h. 74
[4] Ibid
[5] AA
N Gede Dirksen, 2009, Pengantar Ilmu
Hukum, Diktat Untuk kalangan sendiri Tidak Diperdagangkan,, Fakultas
Hukum Universitas Udayana, h.89.
[6] Soekanto
Soerjono, 2009, Pokok-Pokok Sosiologi
Hukum, Jakarta, Rajawali Pers, h. 135
[7] Ibid
[8] Rahardjo,
Satjipto, 2006, Ilmu Hukum, Citra
Aditya Bakti, Bandung, h. 206
[9] Ibid
[10]
Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi,
Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, PT. Citra AdityaBakti, Bandung, 2007.
[11] Ibid.hal 66
[12] Dewa Gede Wirasatya P. Catatan Perkuliahan Sosiologi
Hukum Prof.Sirtha, 2010
[13] Ibid.hal
66
[14] Dewa
Gede Wirasatya P. Catatan Perkuliahan Sosiologi Hukum
Prof.Sirtha,2010
Gimana membacanya? Terlalu rame? Hiasannya sih bagus, tetapi kalau tujuannya agar dibaca oleh pembaca, semestinya hiasan web tidak mengganggu pandangan pembaca. Saya kira akan lebih baik kalau tema web dipilih yang polos saja. Gimana?
BalasHapussaya memang bukan orang hukum, tetapi saya sering mencari literatur hukum, memang blog2 artikel hukum rame2 sehingga sulit dibaca, apa ini ada hubungannya dengan kejiwaan atau pribadi penulis dari fak hukum?
BalasHapusHellow aku orang bisa yang jual bajigur di pagi hari supaya kamu indah kayak pelangi yg belum terbit seperti aku yang sedang mencari atam ku yang hilang karena ku hipnotis maafkan aku lagi sangat bosan jadi aku melakukan ini maafkan diri ku <3
BalasHapussakit mata ku kau buat, ganti backgroundnya
BalasHapusMantul
BalasHapushalo! tulisannya membantu banget, terimakasih. untuk background mungkin boleh sedikit diperhatikan, tapi sisanya bagus. goodluck!
BalasHapus