A SPECIAL
SYMPHONY FOR MOM
“Ngapain
sih ibu masih kerja di tempat itu. Dewi tuh malu bu, sama temen-temen gara-gara
ibu kerja di bar jadi mereka pikir Dewi lahir dari perbuatan terlarang ibu
dengan laki-laki hidung belang di sana”, bentakku pada ibu.
“Maafin
ibu, nak. Tapi tolong percaya sama ibu, di sana ibu kerja halal dan tidak
seperti yang teman-teman kamu pikirkan”, jawab ibu dengan suara lembut dan
penuh kesabaran.
“Udah
deh bu, Dewi capek”, bentakku sambil membanting pintu kamar.
Namaku
Dewi Destiana. Keseharianku pulang pergi ke sekolah dan setiba di rumah hanya
mengeluh dan memaki ibu yang setiap malam bekerja di bar di kampung sebelah.
Aku adalah anak tunggal dari keluarga miskin yang tinggal hanya bersama ibuku
karena sejak kecil, aku tak pernah mengetahui sosok ayahku seperti apa. Kata
ibu, ayah meninggal saat aku masih dalam kandungannya tapi sampai sekarang aku
belum percaya karena selembar foto ayah pun tak pernah ibu berikan padaku.
“Dewi,
ayo makan nak. Sejak dari tadi siang, kamu belum makan. Nanti kamu sakit. Ibu berangkat
kerja dulu. Assalamu’alaikum”, panggil ibu penuh perhatian.
Aku
masih saja berdiam di dalam kamar. Marah dan kesal masih bersarang dalam
benakku. Untuk makan atau sekedar keluar kamar pun, aku malas sekali.
“Andai
aja aku punya foto ayah. Pasti aku bisa buktikan sama temen-temen kalau aku
punya ayah yang sah dan aku bukan anak yang terlahir sebagai anak haram seperti
cemoohan yang temen-temen tuduhkan padaku”, gumamku dalam hati.
Tak
terasa sebulan lagi Ujian Akhir Nasional akan dimulai. Meskipun dengan berbagai
keterbatasan, aku tetap berusaha agar lulus. Aku ingin menjadi lulusan terbaik
karena sejak SD aku selalu menjadi siswa berprestasi dan memperoleh beasiswa
untuk meneruskan sekolahku hingga SMK sekarang.
Sepulang
sekolah, tiba-tiba langkahku terhenti pada sebuah papan besar di ujung jalan.
Di papan itu, mataku memandang lama sebuah pengumuman “AUDISI PENYANYI SOLO”.
“Wah,
keren banget neh audisi!!! Lumayan bisa menyalurkan bakatku yang terpendam
selama ini. Suaraku juga gak jelek-jelek banget kok, buktinya bisa masuk dalam
tim paduan suara sekolah dalam Lomba Paduan Suara tingkat Karisidenan
Boyolali”, gumamku kegirangan.
“Kamu
sudah pulang? Ayo makan, ibu sudah masakkan makanan kesukaanmu. Ibu mau pergi
ke sawah dulu, bantu pamanmu yang sedang panen”, sambut ibu dengan senyuman.
“Makasih
bu. Kebetulan Dewi juga udah laper. Salam buat paman Surip”, jawabku pendek.
Di
dalam kamar yang sempit itu, aku mulai latihan menyanyi sembari belajar untuk
ujian nanti. Kebetulan audisi itu diselenggarakan seminggu setelah pengumuman
hasil ujian nasional, jadi aku masih bisa untuk melatih vokalku sebelum
berangkat ke Jakarta untuk audisi.
**********************
Pengumuman
kelulusan yang ditunggu dengan harapan indah berbalut kecemasan dan ketakutan
akan kegagalan, akhirnya pada hari ini diumumkan di papan pengumuman sekolah.
Takut akan kegagalan semakin menghantuiku menjelang detik-detik pengumuman itu
dipasang.
“Duuh,
lulus gak yah aku”, kecemasanku memuncak.
“Kamu
pasti lulus kok Wi, kamu kan pinter”, sahut Jamal.
“Amin,
semoga aja gitu”, balasku dengan senyuman.
Jamal
adalah sahabatku sejak duduk di bangku sekolah dasar. Dialah teman yang selalu
jadi tempat curhatku saat masalahku dengan ibu dan cemoohan orang-orang. Dia
yang selalu mengajarkan aku agar tetap hormat pada ibu dan mengingatkan aku
agar tak menjadi anak yang durhaka.
“Alhamdulillah,
kamu lulus dengan predikat terbaik. Selamat yah Wi”, ucap Jamal semangat.
“Iya
Mal, aku lulus dengan nilai tertinggi. Harapan dan usahaku selama ini gak
sia-sia”, jawabku.
“Eh
tapi jangan lupa kalau semuanya juga karena doa dari ibumu”, tegur Jamal.
“Iya,
pak ustadz”, jawabku ketus.
“Ngomong-ngomong,
kamu mau melanjutkan kemana Wi?”, tanya Jamal.
“Aku
sih mau coba daftar Audisi Penyanyi Solo di Jakarta nanti. Itung-itung nyari
uang buat biaya kuliah. Aku pengen kuliah Mal, walaupun kita dari kampung tapi
kita gak boleh mengenyampingkan pendidikan. Betul gak?”, jawabku penuh
semangat.
“Bener
banget tuh. Aku juga rencana mau cari kerja buat biayai kuliahku nanti. Wah,
aku juga baca info audisi itu. Aku yakin kamu pasti lolos dan jadi penyanyi
terkenal deh, kan suara kamu bagus ya setidaknya suara kaleng rombeng kalah
kalau dibandingin sama suara kamu. Hahaha”, ledek Jamal.
“Asem
deh, suaraku kamu samain sama kaleng rombeng. Hmm, liat aja ya kalau aku udah
sukses. Ayo kita pulang, pasti ibu bapakmu udah gak sabar dengar kabar
kelulusanmu”, ajakku pada Jamal.
“Ayo,
buuuuuu”, jawab Jamal.
**********************
“Aku
pokoknya mau ke Jakarta bu. Niatku udah bulat, aku pengen jadi penyanyi.
Terserah ibu setuju atau tidak!!!”, bentakku pada ibu.
Seperti
biasa, aku selalu bertengkar dengan ibu. Kali ini bukan mengenai statusku dan
pekerjaan ibu di bar itu, namun karena ibu keberatan aku pergi ke Jakarta. Ibu
terlalu mengkhawatirkan aku padahal aku sudah bukan anak kecil kemarin lagi.
Tapi tekadku udah bulat, keinginan untuk menjadi penyanyi udah sejak dulu aku
pendam. Dan saat ada jalan untuk meraihnya, tidak akan aku sia-siakan begitu
saja.
Akhirnya
ibu mengijinkan aku untuk pergi ke Jakarta.
“Hati-hati
ya nak, jaga kesehatanmu di sana. Jangan lupa sholat dan slalu ingat sama Gusti
Allah”, pesan ibu sambil menangis.
“Iya
bu. Dewi berangkat dulu dan doain Dewi agar sukses”, jawabku.
“Hati-hati
ya Wi. Aku bakal kangen banget sama kamu. Awas yah kalau kamu udah sukses lupa
sama aku, hehe”, kata Jamal menggoda.
“Iya
Mal, makasih ya udah mau jadi temen aku selama ini”, jawabku.
“Semuanya,
aku pamit. Assalamu’alaikum”, pamitku pada semuanya.
Tahap
demi tahap, lelah dan banyak menguras tenaga serta waktu karena setiaphari
harus latihan vocal, akhirnya semua perjuanganku terbayarkan. Aku pun menjadi
Winner dan berhasil menjadi penyanyi terkenal. Aku sering diundang untuk
mengisi acara baik onair maupun offair di berbagai televisi dan radio swasta.
Aku juga telah membuat kontrak menyanyi dengan sebuah perusahaan music terkenal
di Jakarta. Dan beberapa kali, aku mendapat penghargaan penyanyi terbaik dalam
berbagai even.
**********************
“Nak
Jamal, ibu kangen sekali sama Dewi. Apa dia lupa ya sama ibu sampai-sampai
tidak pernah menghubungi atau bahkan mengunjungi ibu?”, tanya ibu pada Jamal.
“InsyaAllah
tidak bu, mungkin Dewi sedang sibuk kan dia sekarang sudah jadi penyanyi
terkenal. Nanti saya coba cari tahu alamat rumah Dewi di Jakarta. Ibu yang
sabar ya”, jawab Jamal menenangkan ibu Dewi.
Selang
beberapa hari kemudian, Jamal berhasil menemukan alamat rumah Dewi dan berhasil
membuat janji bertemu dengan Dewi melalui managernya. Pagi itu juga mereka
bersama-sama berangkat menuju Jakarta untuk bertemu dengan Dewi.
“Dewi,
MasyaAllah anakku. Sekarang kamu sudah jadi orang besar nak. Ibu kangen sekali
sama kamu”, kata ibu sambil meneteskan air mata.
“Ngapain
ibu ada di sini. Dewi lagi sibuk bu. Dewi gak suka ibu datang ke Jakarta!!!”,
bentak Dewi.
“Astaghfirullah
Dewi, ini ibumu yang jauh-jauh dari Boyolali datang ke Jakarta hanya untuk
bertemu denganmu anak tercintanya. Kenapa sambutanmu begitu marah dan seakan
tidak menyukai kedatangan ibumu”, bentak Jamal kesal.
“Eh,
kok loe yang jadi nyolot sih. Suka-suka gue donk. Nyokap-nyokap gue ngapa loe
yang sewot. Udahlah mending kalian balik aja ke kampung sana, gue masih
sibuk!!!”, balas Dewi ketus.
“Sudah
nak Jamal, Dewi benar. Ibu memang tidak pantas ada di sini. Mari kita pulang.
Melihat Dewi sebentar saja, ibu sudah bersyukur dan bahagia”, kata ibu
menenangkan Jamal.
**********************
Beberapa
hari kemudian, media sibuk membicarakan perihal pribadi Dewi. Terdengar kabar
bahwa Dewi mengalami kecelakaan mobil saat akan menuju ke arah Bandung untuk
konser dan kerena parahnya kecelakaan tersebut, Dewi mengalami kebutaan hingga
karirnya seketika itu pula meredup.
“Nyonya
mau makan apa? Sini saya ambilkan dan suapkan”, tanya seorang ibu.
“Saya
gak mau makan. Tinggalkan saya sendiri”, jawab Dewi.
“Nyonya
harus makan agar bisa cepat sembuh. Ini saya masakkan makanan kesukaan nyonya”
kata ibu tersebut.
“Baiklah”,
jawab Dewi pasrah.
Merenungi
nasib buruk yang menimpa karirku kini menjadi kebiasaan sehari-hariku hingga
berbulan-bulan sampai akhirnya aku mampu bangkit kembali dari keterpurukanku
pasca kecelakaan yang merenggut mata indahku itu. Hingga akhirnya, aku pun
mampu melihat indahnya dunia lagi setelah mendapatkan donor mata dari seseorang
yang namanya pun tak pernah aku tau.
Dan
di pagi itu, aku mulai tersadar bahwa ada sesuatu yang telah hilang dari
hidupku. Beberapa hari setelah aku menjalani operasi, aku tak pernah lagi
mendengar suara seorang ibu yang selalu membuatku semangat saat aku buta dulu.
Ibu yang selalu melayaniku dengan sabar dan penuh kasih sayang itu tak nampak
di rumah mewahku. Seseorang yang ingin aku lihat pertama kali ketika aku bisa
melihat kembali. Karena penasaran, aku pun mencoba bertanya pada salah satu
pembantu di rumahku itu.
Ketika
aku sedang bertanya pada salah satu pembantuku, tiba-tiba Jamal datang dengan
gaya pakaiannya yang tak pernah berubah sejak SMA.
“Ibu
itu sudah kembali ke sisi-Nya. Dan mata yang penuh sabar, perhatian dan kasih
sayangnya itu kini beralih ke matamu. Dialah orang yang telah mendonorkan
matanya untukmu. Dialah ibu yang selalu kau marahi, kau bentak, bahkan kau
benci. Kini dia telah pergi ke alam keabadian bersama kekasihnya yang sangat ia
rindukan yakni ayahmu”, kata Jamal.
Assalamu’alaikum. Anakku sayang, Dewi. Maafkan ibu
nak yang tidak bisa menjadi sosok ibu yang bisa kamu banggakan di hadapan
teman-temanmu. Maafkan ibu tidak pernah banyak menceritakan tentang ayahmu atau
memberikan foto ayahmu karena ibu tidak mau membuatmu sedih. Ayahmu meninggal
ketika bekerja di Malaysia dan karena saking miskinnya kami sampai kami tidak
mampu untuk membuat foto. Maafkan ibu nak, selama ini membuatmu malu karena ibu
bekerja di bar. Di sana ibu hanya bekerja sebagai cleaning service yang lebih
banyak bekerja di belakang. Melihatmu sekarang bahagia, ibu ikut bahagia karena
selama ini ibu tidak pernah bisa membahagiakanmu, maafkan ibu nak. Ibu tidak
pernah membencimu nak. Ibu sedih ketika mendengar kabarmu yang mengalami
kebutaan akibat kecelakaan. Karena ibu ingin selalu bersama dan didekatmu,
membuat ibu terpaksa berbohong dan berpura-pura menjadi pembantu di rumahmu.
Semakin dekat denganmu cukup membuat ibu bahagia, nak. Maafkan ibu nak. Mungkin
setelah kamu baca surat ini, ibu sudah tidak bisa lagi di sampingmu. Dokter
memvonis ibu tidak dapat hidup lama lagi, untuk itu ibu meminta nak Jamal agar
setelah ibu meninggal nanti, ibu ingin mata ibu didonorkan untukmu. Kini ibu
bahagia melihatmu bisa melihat dunia lagi meski dari jauh. Ibu sangat
mencintaimu nak. Wassalamu’alaikum.
Membaca
sepucuk surat yang bertanda tangan ibu, seketika itu air mata penuh dosa dan
penyesalan menetes deras di pipiku.
**********************
* Spesial untuk Hari
Ibu. Sudahkah pagi ini dan pagi-pagi yang lainnya, engkau sempatkan untuk mengucapkan
bahwa “Aku sayang padamu Ibu. You’re my true love in my life”???? Untuk ibuku
tersayang, I Love You…..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar