Jumat, 27 April 2012

CERPEN


A SPECIAL SYMPHONY FOR MOM

“Ngapain sih ibu masih kerja di tempat itu. Dewi tuh malu bu, sama temen-temen gara-gara ibu kerja di bar jadi mereka pikir Dewi lahir dari perbuatan terlarang ibu dengan laki-laki hidung belang di sana”, bentakku pada ibu.
“Maafin ibu, nak. Tapi tolong percaya sama ibu, di sana ibu kerja halal dan tidak seperti yang teman-teman kamu pikirkan”, jawab ibu dengan suara lembut dan penuh kesabaran.
“Udah deh bu, Dewi capek”, bentakku sambil membanting pintu kamar.
Namaku Dewi Destiana. Keseharianku pulang pergi ke sekolah dan setiba di rumah hanya mengeluh dan memaki ibu yang setiap malam bekerja di bar di kampung sebelah. Aku adalah anak tunggal dari keluarga miskin yang tinggal hanya bersama ibuku karena sejak kecil, aku tak pernah mengetahui sosok ayahku seperti apa. Kata ibu, ayah meninggal saat aku masih dalam kandungannya tapi sampai sekarang aku belum percaya karena selembar foto ayah pun tak pernah ibu berikan padaku.
“Dewi, ayo makan nak. Sejak dari tadi siang, kamu belum makan. Nanti kamu sakit. Ibu berangkat kerja dulu. Assalamu’alaikum”, panggil ibu penuh perhatian.
Aku masih saja berdiam di dalam kamar. Marah dan kesal masih bersarang dalam benakku. Untuk makan atau sekedar keluar kamar pun, aku malas sekali.
“Andai aja aku punya foto ayah. Pasti aku bisa buktikan sama temen-temen kalau aku punya ayah yang sah dan aku bukan anak yang terlahir sebagai anak haram seperti cemoohan yang temen-temen tuduhkan padaku”, gumamku dalam hati.
Tak terasa sebulan lagi Ujian Akhir Nasional akan dimulai. Meskipun dengan berbagai keterbatasan, aku tetap berusaha agar lulus. Aku ingin menjadi lulusan terbaik karena sejak SD aku selalu menjadi siswa berprestasi dan memperoleh beasiswa untuk meneruskan sekolahku hingga SMK sekarang.
Sepulang sekolah, tiba-tiba langkahku terhenti pada sebuah papan besar di ujung jalan. Di papan itu, mataku memandang lama sebuah pengumuman “AUDISI PENYANYI SOLO”.
“Wah, keren banget neh audisi!!! Lumayan bisa menyalurkan bakatku yang terpendam selama ini. Suaraku juga gak jelek-jelek banget kok, buktinya bisa masuk dalam tim paduan suara sekolah dalam Lomba Paduan Suara tingkat Karisidenan Boyolali”, gumamku kegirangan.
“Kamu sudah pulang? Ayo makan, ibu sudah masakkan makanan kesukaanmu. Ibu mau pergi ke sawah dulu, bantu pamanmu yang sedang panen”, sambut ibu dengan senyuman.
“Makasih bu. Kebetulan Dewi juga udah laper. Salam buat paman Surip”, jawabku pendek.
Di dalam kamar yang sempit itu, aku mulai latihan menyanyi sembari belajar untuk ujian nanti. Kebetulan audisi itu diselenggarakan seminggu setelah pengumuman hasil ujian nasional, jadi aku masih bisa untuk melatih vokalku sebelum berangkat ke Jakarta untuk audisi.
**********************
Pengumuman kelulusan yang ditunggu dengan harapan indah berbalut kecemasan dan ketakutan akan kegagalan, akhirnya pada hari ini diumumkan di papan pengumuman sekolah. Takut akan kegagalan semakin menghantuiku menjelang detik-detik pengumuman itu dipasang.
“Duuh, lulus gak yah aku”, kecemasanku memuncak.
“Kamu pasti lulus kok Wi, kamu kan pinter”, sahut Jamal.
“Amin, semoga aja gitu”, balasku dengan senyuman.
Jamal adalah sahabatku sejak duduk di bangku sekolah dasar. Dialah teman yang selalu jadi tempat curhatku saat masalahku dengan ibu dan cemoohan orang-orang. Dia yang selalu mengajarkan aku agar tetap hormat pada ibu dan mengingatkan aku agar tak menjadi anak yang durhaka.
“Alhamdulillah, kamu lulus dengan predikat terbaik. Selamat yah Wi”, ucap Jamal semangat.
“Iya Mal, aku lulus dengan nilai tertinggi. Harapan dan usahaku selama ini gak sia-sia”, jawabku.
“Eh tapi jangan lupa kalau semuanya juga karena doa dari ibumu”, tegur Jamal.
“Iya, pak ustadz”, jawabku ketus.
“Ngomong-ngomong, kamu mau melanjutkan kemana Wi?”, tanya Jamal.
“Aku sih mau coba daftar Audisi Penyanyi Solo di Jakarta nanti. Itung-itung nyari uang buat biaya kuliah. Aku pengen kuliah Mal, walaupun kita dari kampung tapi kita gak boleh mengenyampingkan pendidikan. Betul gak?”, jawabku penuh semangat.
“Bener banget tuh. Aku juga rencana mau cari kerja buat biayai kuliahku nanti. Wah, aku juga baca info audisi itu. Aku yakin kamu pasti lolos dan jadi penyanyi terkenal deh, kan suara kamu bagus ya setidaknya suara kaleng rombeng kalah kalau dibandingin sama suara kamu. Hahaha”, ledek Jamal.
“Asem deh, suaraku kamu samain sama kaleng rombeng. Hmm, liat aja ya kalau aku udah sukses. Ayo kita pulang, pasti ibu bapakmu udah gak sabar dengar kabar kelulusanmu”, ajakku pada Jamal.
“Ayo, buuuuuu”, jawab Jamal.
**********************
“Aku pokoknya mau ke Jakarta bu. Niatku udah bulat, aku pengen jadi penyanyi. Terserah ibu setuju atau tidak!!!”, bentakku pada ibu.
Seperti biasa, aku selalu bertengkar dengan ibu. Kali ini bukan mengenai statusku dan pekerjaan ibu di bar itu, namun karena ibu keberatan aku pergi ke Jakarta. Ibu terlalu mengkhawatirkan aku padahal aku sudah bukan anak kecil kemarin lagi. Tapi tekadku udah bulat, keinginan untuk menjadi penyanyi udah sejak dulu aku pendam. Dan saat ada jalan untuk meraihnya, tidak akan aku sia-siakan begitu saja.
Akhirnya ibu mengijinkan aku untuk pergi ke Jakarta.
“Hati-hati ya nak, jaga kesehatanmu di sana. Jangan lupa sholat dan slalu ingat sama Gusti Allah”, pesan ibu sambil menangis.
“Iya bu. Dewi berangkat dulu dan doain Dewi agar sukses”, jawabku.
“Hati-hati ya Wi. Aku bakal kangen banget sama kamu. Awas yah kalau kamu udah sukses lupa sama aku, hehe”, kata Jamal menggoda.
“Iya Mal, makasih ya udah mau jadi temen aku selama ini”, jawabku.
“Semuanya, aku pamit. Assalamu’alaikum”, pamitku pada semuanya.
Tahap demi tahap, lelah dan banyak menguras tenaga serta waktu karena setiaphari harus latihan vocal, akhirnya semua perjuanganku terbayarkan. Aku pun menjadi Winner dan berhasil menjadi penyanyi terkenal. Aku sering diundang untuk mengisi acara baik onair maupun offair di berbagai televisi dan radio swasta. Aku juga telah membuat kontrak menyanyi dengan sebuah perusahaan music terkenal di Jakarta. Dan beberapa kali, aku mendapat penghargaan penyanyi terbaik dalam berbagai even.
**********************
“Nak Jamal, ibu kangen sekali sama Dewi. Apa dia lupa ya sama ibu sampai-sampai tidak pernah menghubungi atau bahkan mengunjungi ibu?”, tanya ibu pada Jamal.
“InsyaAllah tidak bu, mungkin Dewi sedang sibuk kan dia sekarang sudah jadi penyanyi terkenal. Nanti saya coba cari tahu alamat rumah Dewi di Jakarta. Ibu yang sabar ya”, jawab Jamal menenangkan ibu Dewi.
Selang beberapa hari kemudian, Jamal berhasil menemukan alamat rumah Dewi dan berhasil membuat janji bertemu dengan Dewi melalui managernya. Pagi itu juga mereka bersama-sama berangkat menuju Jakarta untuk bertemu dengan Dewi.
“Dewi, MasyaAllah anakku. Sekarang kamu sudah jadi orang besar nak. Ibu kangen sekali sama kamu”, kata ibu sambil meneteskan air mata.
“Ngapain ibu ada di sini. Dewi lagi sibuk bu. Dewi gak suka ibu datang ke Jakarta!!!”, bentak Dewi.
“Astaghfirullah Dewi, ini ibumu yang jauh-jauh dari Boyolali datang ke Jakarta hanya untuk bertemu denganmu anak tercintanya. Kenapa sambutanmu begitu marah dan seakan tidak menyukai kedatangan ibumu”, bentak Jamal kesal.
“Eh, kok loe yang jadi nyolot sih. Suka-suka gue donk. Nyokap-nyokap gue ngapa loe yang sewot. Udahlah mending kalian balik aja ke kampung sana, gue masih sibuk!!!”, balas Dewi ketus.
“Sudah nak Jamal, Dewi benar. Ibu memang tidak pantas ada di sini. Mari kita pulang. Melihat Dewi sebentar saja, ibu sudah bersyukur dan bahagia”, kata ibu menenangkan Jamal.
**********************
Beberapa hari kemudian, media sibuk membicarakan perihal pribadi Dewi. Terdengar kabar bahwa Dewi mengalami kecelakaan mobil saat akan menuju ke arah Bandung untuk konser dan kerena parahnya kecelakaan tersebut, Dewi mengalami kebutaan hingga karirnya seketika itu pula meredup.
“Nyonya mau makan apa? Sini saya ambilkan dan suapkan”, tanya seorang ibu.
“Saya gak mau makan. Tinggalkan saya sendiri”, jawab Dewi.
“Nyonya harus makan agar bisa cepat sembuh. Ini saya masakkan makanan kesukaan nyonya” kata ibu tersebut.
“Baiklah”, jawab Dewi pasrah.
Merenungi nasib buruk yang menimpa karirku kini menjadi kebiasaan sehari-hariku hingga berbulan-bulan sampai akhirnya aku mampu bangkit kembali dari keterpurukanku pasca kecelakaan yang merenggut mata indahku itu. Hingga akhirnya, aku pun mampu melihat indahnya dunia lagi setelah mendapatkan donor mata dari seseorang yang namanya pun tak pernah aku tau.
Dan di pagi itu, aku mulai tersadar bahwa ada sesuatu yang telah hilang dari hidupku. Beberapa hari setelah aku menjalani operasi, aku tak pernah lagi mendengar suara seorang ibu yang selalu membuatku semangat saat aku buta dulu. Ibu yang selalu melayaniku dengan sabar dan penuh kasih sayang itu tak nampak di rumah mewahku. Seseorang yang ingin aku lihat pertama kali ketika aku bisa melihat kembali. Karena penasaran, aku pun mencoba bertanya pada salah satu pembantu di rumahku itu.
Ketika aku sedang bertanya pada salah satu pembantuku, tiba-tiba Jamal datang dengan gaya pakaiannya yang tak pernah berubah sejak SMA.
“Ibu itu sudah kembali ke sisi-Nya. Dan mata yang penuh sabar, perhatian dan kasih sayangnya itu kini beralih ke matamu. Dialah orang yang telah mendonorkan matanya untukmu. Dialah ibu yang selalu kau marahi, kau bentak, bahkan kau benci. Kini dia telah pergi ke alam keabadian bersama kekasihnya yang sangat ia rindukan yakni ayahmu”, kata Jamal.
Assalamu’alaikum. Anakku sayang, Dewi. Maafkan ibu nak yang tidak bisa menjadi sosok ibu yang bisa kamu banggakan di hadapan teman-temanmu. Maafkan ibu tidak pernah banyak menceritakan tentang ayahmu atau memberikan foto ayahmu karena ibu tidak mau membuatmu sedih. Ayahmu meninggal ketika bekerja di Malaysia dan karena saking miskinnya kami sampai kami tidak mampu untuk membuat foto. Maafkan ibu nak, selama ini membuatmu malu karena ibu bekerja di bar. Di sana ibu hanya bekerja sebagai cleaning service yang lebih banyak bekerja di belakang. Melihatmu sekarang bahagia, ibu ikut bahagia karena selama ini ibu tidak pernah bisa membahagiakanmu, maafkan ibu nak. Ibu tidak pernah membencimu nak. Ibu sedih ketika mendengar kabarmu yang mengalami kebutaan akibat kecelakaan. Karena ibu ingin selalu bersama dan didekatmu, membuat ibu terpaksa berbohong dan berpura-pura menjadi pembantu di rumahmu. Semakin dekat denganmu cukup membuat ibu bahagia, nak. Maafkan ibu nak. Mungkin setelah kamu baca surat ini, ibu sudah tidak bisa lagi di sampingmu. Dokter memvonis ibu tidak dapat hidup lama lagi, untuk itu ibu meminta nak Jamal agar setelah ibu meninggal nanti, ibu ingin mata ibu didonorkan untukmu. Kini ibu bahagia melihatmu bisa melihat dunia lagi meski dari jauh. Ibu sangat mencintaimu nak. Wassalamu’alaikum.
Membaca sepucuk surat yang bertanda tangan ibu, seketika itu air mata penuh dosa dan penyesalan menetes deras di pipiku.
**********************

* Spesial untuk Hari Ibu. Sudahkah pagi ini dan pagi-pagi yang lainnya, engkau sempatkan untuk mengucapkan bahwa “Aku sayang padamu Ibu. You’re my true love in my life”???? Untuk ibuku tersayang, I Love You…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar